Cherreads

Chapter 3 - Bab 3: Jejak Luka Perang

Fajar belum sempurna ketika Jainal kembali menyusuri sisa-sisa Desa Karsel. Anak yang ia selamatkan masih tertidur di dalam tempat perlindungan darurat yang ia bangun dari puing dan kain hangat jubahnya. Namun dunia luar tetap sunyi, dan bau kematian belum juga hilang.

Kini saatnya mencari jawaban.

Dengan topeng bajanya aktif, Jainal mengandalkan sensor sihir untuk melacak jejak pertempuran yang tak bisa dilihat mata biasa. Udara pagi membawa partikel-partikel sihir bekas pelepasan energi yang belum sepenuhnya hilang. Ia mengikuti aliran itu, seperti pemburu melacak bau darah.

---

Di dekat pusat desa, ia menemukan bekas lingkaran bakar yang tidak alami. Bukan api biasa, tapi ledakan terfokus.

> “Radius sempit, suhu tinggi, dan sisa energi tipe tekanan... Ini bukan sihir biasa. Ini peluru magitek jenis AMP-3.”

Jainal berlutut, menyentuh tanah yang masih hangat samar. Ia menarik pisau kecil dari pinggangnya dan mencungkil lempeng logam kecil yang tertanam di bawah tanah: pecahan pelat magitek berukir kode pabrik.

> “Senjata militer tipe berat. Tidak bisa dibawa oleh satu prajurit biasa.”

Ia menyimpan pecahan itu ke dalam kantong logam tahan sihir, lalu memeriksa sekitarnya. Beberapa tanda aneh membuatnya berpikir lebih dalam: lubang bekas tusukan di dinding, jejak kaki tak beraturan, dan... satu bercak darah dengan warna ungu.

Bukan darah manusia.

Jainal menuruni lereng kecil di belakang desa, ke arah aliran sungai yang menjadi batas wilayah. Di sana, ia menemukan puing-puing kendaraan. Bukan gerobak biasa, tapi sisa carrier militer ringan berbasis magitek. Rangkanya meleleh sebagian.

> “Mereka membawa sesuatu... atau seseorang.”

Ia memperbesar fokus sensor sihirnya. Ada bekas pola sihir pengikat—digunakan untuk menahan sesuatu yang punya energi liar. Mungkin monster, mungkin eksperimen.

Satu hal jelas: desa ini tidak dihancurkan sebagai efek samping perang. Desa ini dihapus dari peta untuk menutup jejak.

---

Saat kembali ke tempat anak itu beristirahat, Jainal menatap langit yang mulai terang. Suara burung mulai terdengar, tapi baginya, dunia belum bernyawa. Ia mengambil jurnal kulitnya dan mencatat temuan hari ini dengan cermat.

> “Karsel bukan korban. Karsel adalah panggung. Dan kita, sialnya, adalah saksinya.”

Angin berembus pelan, membawa aroma abu dan rahasia yang baru saja terkuak.

More Chapters